Setitik catatan buat nurbayaku...

Miris rasanya untuk dizaman modern ini, dimana kipas sate sudah berganti air conditioner, dan mainframe sudah berubah generasi menjadi i7, kita masih menemukan praktik perjodohan oleh orang tua.

tentu masih ada diotak kita cerita yang melambungkan nama Marah Rusli sebagai bapak siti nurbaya, dan mencantolkan  Datuk maringgi sebagai sosok eksklusif... 

tapi kita gak bisa hanya melihat dari satu kacamata saja, yaitu dari kacamata kita sebagai seorang anak.

awalnya mungkin kita berontak, 
"MAK!!, sekarang udah tahun 2011"
"Kartini sudah lahir, dimana teori emansipasi yang dia cetuskan!!!"

sah2 saja sebagai seorang anak kita menentukan pilihan kita sendiri, tapi ingat "gak mungkin orang tua kita memilihkan calon pendamping hidup kita yang salah" orang tua kita pasti punya alasan yang tepat, orang tua kita pasti sudah berfikir matang2.

tidak mungkin anak yang sudah 25 tahun dibelai dengan tangan kasarnya akan begitu saja ia lepaskan kekandang harimau.

Toh kalaupun kamu kurang setuju dengan pilihannya, berilah dia pengertian perlahan, jangan pake bahasa bahasa pasar yang kamu dapat dari penjual kain dipasar minggu

ada cerita sedikit, kira2 begini :

Hati ini terasa perih, sepi dan menyendiri. Tiada teman yang dapat aku ajak berbagi. Hari ini adalah hari jadiku yang ke25… Namun aku merasa belum menemukan jati diriku, apa yang sebenarnya aku inginkan.

Pagi ini ingin ku pergi ke suatu tempat dimana tiada yang mengganggu, tempat yang tenang dan teduh agar hilang segala kebimbangan dalam hati ini. Tuhan, rasanya berat diri ini untuk mengambil keputusan. Kedua orangtuaku begitu menyanjungnya dan menyukainya tapi hati ini berontak. Aku telah mempunyai kekasih hati. Namun beranikah aku menentang mereka? Bagiku orang tuaku adalah seluruh isi dunia, aku begitu menyayangi mereka, aku tak ingin mereka terluka. Tuhan… hanya pada-Mu aku pasrahkan segalanya, hidup dan matiku, kehidupanku, semua adalah milik-Mu ya Tuhan.

“Luna.. bangun nak, hari sudah siang.” Teriakan ibu membuyarkan lamunanku.

Segera kuhapus air mataku. Aku tidak ingin ibu melihat aku menangis. Dengan malas aku berjalan menuju kamar mandi. Mandi! Biar segar pikiran ini.
Di meja makan ayah dan ibu telah menungguku. “Ayo sarapan, hari ini kan hari jadimu jadi ibu masak rendang kesukaanmu. Ayo makan yang banyak.” Terharu aku mendengar ketulusan kasih ibu terhadapku. Ayah diam, namun aku tahu begitu sayangnya ayah padaku.

“Bagaimana Luna, sudah kau putuskan belum?”

Bagai petir menyambar disiang hari, aku terhenyak. Bagaimana aku harus menjawabnya? Tak tega rasanya aku menyakiti perasaan mereka.
“Ya pelan-pelan to nduk, jangan terlalu dipikirkan. Walau kamu belum kenal orangnya namun ibu yakin dia itu baik. Lha wong dia sering ngajar ngaji anak-anak di mushola. Dulu ibu juga gitu, waktu dilamar sama bapakmu. Ibu bingung. Lha kenal aja enggak gimana mau jadi istrinya? Tapi nyatanya sampe sekarang kami bahagia. Biarkan waktu yang bicara. Kalo sudah bersama pasti rasa itu akan timbul. Kata orang Jawa, witing tresno jalaran soko kulino.”
Aku hanya diam, lalu aku masuk kamar. Di tengah kebimbanganku, aku teringat kata ibu untuk pasrah dan sholat istikharoh. Segera aku mengambil air wudhu. Selesai sholat aku merasakan kesejukan dalam hatiku. Malam itu Allah menunjukkan kasih-Nya padaku. Doaku terjawab. Bukan kekasihku yang ku lihat namun ayah dan ibuku.Ya Allah… terima kasih. Walaupun sakit rasanya harus berpisah dengan orang yang kucintai namun aku pasrah. Aku tahu yang terbaik telah Engkau pilihkan.
***
Hari ini adalah hari yang paling bahagia bagi orangtuaku karena hari ini adalah hari pernikahanku. Aku bahagia? Entahlah… Namun ku coba untuk tersenyum walau perih rasanya, apalagi saat kulihat orang yang kusayangi menjabat tanganku untuk mengucapkan selamat dengan mata yang berkaca-kaca. Bagaimanapun aku bukan wonder women. Akhirnya benteng itu runtuh… Air mata ini jatuh tanpa kusadari.
Hari-hari berikutnya aku lalui dengan hati hampa. Namun untunglah suamiku adalah orang yang sabar. Dia selalu menuntunku walau terkadang aku suka membantahnya. Lama-lama luluh juga hatiku melihat kesabaran suamiku.
***
Hari ini adalah hari yang dinanti oleh seluruh umat muslim di dunia. Bulan puasa tiba. Di bulan ini semakin aku rasakan begitu besar kasih sayang yang diberikan suamiku. Dengannya aku banyak belajar bagaimana seharusnya aku bersikap sebagai seorang istri yang patuh pada suaminya.
***
Tak terasa lebaran tiba. Alhamdulillah… Akhirnya hari ini tiba. Kami bersiap pergi ke rumah orang tuaku, sungkem. Ayah dan ibu begitu gembira melihat kedatangan kami.

“Bagaimana Luna? Keluarga kalian rukun-rukun saja to?” tanya ibu. Aku diam karena bingung mau menjawab apa, sedang aku sering memarahi suamiku hanya karena hal-hal kecil.

“Baik Bu, kami rukun-rukun saja. Malah Luna adalah istri yang baik, dia nurut sama saya,” jawab suamiku.

Aku tersentak. Tuhan… begitu tulusnya hati suamiku. Aku merasa sangat berdosa. Selama ini aku telah menyia-siakan suami yang begitu menyayangiku. Tanpa sadar aku menangis dan langsung kupeluk suamiku.

“Maaf… Maafkan aku Mas. Aku begitu bodoh. Maafkan aku…” Hanya kata itu yang sanggup keluar dari mulutku.

“Gak pa-pa… Aku sudah memaafkanmu dari dulu,” kata suamiku.
Ayah dan ibu tersenyum melihat kami. Aku jadi tersipu malu.

“Nduk, ingat enggak sama apa yang dulu pernah Ibu bilang?” tanya ibu.
“Apa to Bu? Perkataan yang mana?” tanyaku

“Dulu kan Ibu pernah bilang kalau biarkan waktu yang bicara, waktu kamu mau menikah. Sekarang terbukti kan? Orang tua itu pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Makanya kami dulu ingin kamu menikah dengan nak Dodi.”

Aku tersenyum. Kupeluk ibuku “Iya Bu… Terimakasih telah memilihkan Mas Dody sebagai suamiku.”
Terimakasih ya Allah karena Engkau telah memberiku orang-orang yang begitu menyayangi aku. Terimakasih untuk mencegahku menjadi anak yang durhaka. Hari ini kutetapkan hatiku untuk selalu menyayangi suamiku walaupun awalnya aku menolaknya. Benar juga kata ibu, lama-lama kita akan terbiasa dengan seseorang dan tanpa kita sadari ternyata benih-benih cinta muncul. Ya… biarkan waktu yang bicara.
Pikiran gw jadi menerawang jauh, terbesit doa buat para siti nurbaya2 lain yang saat ini sedang di hadapkan pada kegalauan, semoga kita bisa berfikir jernih, jangan tutup cinta orang tuamu selama 25 tahun hanya dengan sehari benci.



bahwasanya apa yang miliki saat ini tak lepas dari doa dan tetesan peluh mereka, buatlah mereka bahagia, buatlah mereka tertawa, sehingga dalam sujud syukur terselip doa, "Terima kasih atas anak sholehah yang engkau titipkan pada hamba"

jangan hanya fikirkan kebahagian sesaat, ingat kebahagian itu bisa dicari, dan yang membuat kebahagiaan itu sendiri adalah kita.

karena aku yakin "berkah kita, tergantung dari ridho orang tua kita"

Semoga bermanfaat,
dedikasi buat tanteku termuah....

Komentar

  1. jangan durhaka sama emak lo, tapi kalo sama mamang bakso boleh

    BalasHapus
  2. Terharu gw membacanya.....kangen rumah jadinya....btw busway anyway....kasian ndro mamang tukang bakso di durhakai.....dia kan cuma jualan jamu gendong wkwkwk...

    BalasHapus
  3. pake acara bakso dibawa2, lo gak usah nambah2 tokoh baru pik..

    BalasHapus
  4. Lah yg nambah topik bukannya loe sendiri..itu di komen loe bawa tukang bakso...

    BalasHapus
  5. Semangat Indriik..
    Terima saja wanita pilihan ortumu.

    :)

    BalasHapus
  6. buat sapa itu kang iin??? bukan buat aq kan?? ehheheheheheheee..


    ini tulisan yg bilang [aling serius?? heloooo tetep ajah ga da serius2nya.. ehehehhee

    BalasHapus
  7. harus gimana sih ngeyakinin kalian, kalo ini tulisan serius....

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer